Sembari makan sahur, dan menghitung hari-hari puasa, ngobrol-ngobrol soal
Laitalul Qadar. Ada sebuah petikan yang menggelitikku di situ...
A: "ntar udah 19 hari kita puasa, 2 hari lagi udah mulai masuk malam ke-21"
B: "iya... trus kenapa?" (sambil makan dan rada cuek ama hitungan hari)
A: "ya gpp. mulai masuk malam Lailatul Qadar, kan mulainya setelah hari ke-20, dan tiap malam ganjil"
B: "iya"
A: "Eh.. btw, kalau mulai puasanya gak bareng gimana yach? Di Indonesia 'kan sering tu, mulai puasa gak bareng, kadang lebarannya yang gak bareng kayak besok itu, trus malam Lailatul Qadar-nya jatuh hari apa dong? Ganjil buat yang satu kan berarti genap buat yang lain..."
B: (sambil tetep makan dan cuek) "Ya mangkanya, Indonesia tu gak pernah dapet Lailatul Qadar. Bingung ngitungnya soalnya. Dan karena Tuhan tu Maha Adil, ya udahlah mending semuanya gak dikasih"
Glekk... hummm.... bener juga ya, jangan-jangan Tuhan bingung (loh... mosok Tuhan bingung? Ada-ada aja nih pikiran). Secuplik percakapan ringan di atas membuatku berpikir ke mana-mana. Beberapa pikiran sempet melayang di kepala
- Apa benar perbedaan penghitungan hari yang jamak terjadi di Indonesia, itu sudah bukan lagi merupakan rahmat? Kata-kata si B tadi cukup mengganggu pikiranku, walau dia menyampaikan dengan bahasa yang mengundang konflik SARA hehe..
- Apa benar Lailatul Qadar itu hanya terjadi di malam ganjil pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan? Lantas bagaimana dengan Nuzulul Qur'an yang jatuhnya di tanggal 17 (jelas ini bukan 10 hari terakhir Ramadhan) dan disebutkan bahwa malam itu adalah malam Lailatul Qadar? kalau hal ini memang saya akui bahwa referensi hadits saya sedikit sekali. Mohon pencerahan...
- Kemudian saya berpikir, buat apa kita harus mempersoalkan Lailatul Qadar? Puasa itu sendiri adalah hak dan milik Allah, demikian juga dengan Lailatul Qadar ini. Sedikitnya informasi yang jelas tentang waktu dan tanda-tanda malam ini yang membuat saya berpikir bahwa malam tersebut memang tidak masuk dalam capaian alam berpikir manusia.
Ahh.... entahlah, saya tidak pernah
terlalu peduli dengan hitungan puasa, yang penting digenapi, ibadah diperbanyak, dan usaha menempa diri diperkuat. Saya pun merasa untuk tahun ini Lailatul Qadar itu bukan untuk saya, terlalu sedikit amalan saya di bulan ini. Akan tetapi, kalau memang diberi rejeki dan mendapatkan kemuliaan malam tersebut, ya
alhamdulillahi rabbil 'aalamiin. Yang jelas tetap
istiqomah untuk berprasangka baik kepada Allah, karena Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya.
Lah... lantas gimana kalau ditanyain ama adek-adek kecil, atau kalo besok dah punya anak dan dia tanya gitu ke bapaknya? Mosok bapaknya gak bisa jawab?
(halah.... gambaran punya istri aja belum ada malah dah mikir anak :p ). Yach, kalau ditanyain orang-orang yang belum dewasa, ya akan kujawab saja:
"Lailatul Qadar itu malam di mana segala ibadah yang kita lakukan akan dinilai berlipat-lipat, nilai satu malam itu dilipatgandakan sampai 1000 bulan. Waktunya... di salah satu malam di bulan Ramadhan. Jadi jangan kendor ibadahnya selama 1 bulan penuh, biar nanti di salah satu malamnya akan dapat malam Lailatul Qadar."
Jadi dia akan rajin dan terbiasa rajin ibadah. Nanti kalau sudah dewasa dan dia bisa memahami makna secara lebih dalam, ya itu terserah dia nantinya, yang jelas dia akan terbiasa tidak memilih-milih waktu untuk ibadah di bulan Ramadhan :-)
19 Ramadhan 1428 H*
*tanggal 19 ini adalah versi yang saya ikuti, kalau ada versi lain ya silakan aja hihihihi