Friday, November 02, 2007

Di Sini, Untukmu

Intermezzo mengisi kekosongan blog setelah lebaran, tiba-tiba terlintas sebuah lirik lagunya Ungu, kudengar pertama kali di mobil rental ketika acara perpisahan dengan Uwan ketika dia mo resign dari kantornya. Lumayan melow, tapi langsung suka ^_^

Di Sini Untukmu
Penyanyi: Ungu

Seandainya kau tahu betapa
Ku sangat inginkan dirimu
Seandainya kau tahu apa yang
Ada di dalam isi hatiku

Akankah bisa kunyatakan
Rasa cinta dalam hatiku
Dan apakah bisa kukatakan
Bahwa kaulah yang terindah untukku

Reff:
Masih di sini menantimu
Berharap kau akan memikirkanku
Masih di sini menunggumu
Menanti jawaban atas cintaku

Masih di sini menantimu
Berharap cinta kita ‘kan bersatu
Masih di sini menunggumu
Menanti dirimu kembali

Masih di sini o o o…
Masih di sini o o o… wuo o… a a a… wooo

Kembali ke: Reff


lirik lagu didapat dari http://www.iloveblue.com/lirik/detail/6927.htm dan http://www.liriklagumusik.com/sound-track.html

Wednesday, October 10, 2007

Selamat Idul Fitri 1428 H

taqabbalallahu minna wa minkum
shiyaamana wa shiyaamakum
minal 'aidin wal faidzin

Puasa selesai sebentar lagi. Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri, saudara-saudaraku... Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang menang dan kembali suci. Mohon maaf atas segala salah ucap maupun salah tingkah laku, baik yang tidak disengaja maupun yang jelas-jelas disengaja. Mohon maaf juga atas diam yang tidak semestinya. Maafkan saya.....

Selamat mudik, salam untuk keluarga di kampung halaman. Hati-hati dalam perjalanan dan semoga menemukan keceriaan dan ketentraman di tengah keluarga. Semoga juga dapat kembali ke tempat kerja dengan suasana hati dan pikiran yang lebih segar.

*karena aku tidak mudik, maka aku menunggu yang mudik saja hehehe...
*masih di sini... menunggumu... (sembari melamunkan lagunya Ungu: "Di sini Untukmu")

Tuesday, October 09, 2007

Patience is Unlimited

It's still in the month of Ramadhan, so I try to write about patience. Why do we always make a relation between patience and Ramadhan? Well, because we're told to be more patient in Ramadhan. Otherwise our fast will be not perfect, and the worst thing we may get nothing in our fast unless hunger and thirst, if we become impatient.

Two of my friends told me in different time and different situation that "patience is unlimited". There is no limit to be patient. Well, that was an interesting statement. But I still can't agree with their statement because if patience is unlimited, so we never get angry in any circumstances when we set our mind to patient mode. And when I looked at my two friends who gave me that statement, I saw that both of them are not patient persons.
Don't look to who is speaking, but listen to what is spoken

Well, I'll try to understand my friends statement about patience. But until now, I still can't understand. For me, patience is limited. When it reaches the limit, then we become angry and no longer be patient.

So, is patience really unlimited? Unless there are hadist(s) that explain or state it, I still don't know the real answer.

Monday, October 01, 2007

Lailatul Qadar

Sembari makan sahur, dan menghitung hari-hari puasa, ngobrol-ngobrol soal Laitalul Qadar. Ada sebuah petikan yang menggelitikku di situ...
A: "ntar udah 19 hari kita puasa, 2 hari lagi udah mulai masuk malam ke-21"
B: "iya... trus kenapa?" (sambil makan dan rada cuek ama hitungan hari)
A: "ya gpp. mulai masuk malam Lailatul Qadar, kan mulainya setelah hari ke-20, dan tiap malam ganjil"
B: "iya"
A: "Eh.. btw, kalau mulai puasanya gak bareng gimana yach? Di Indonesia 'kan sering tu, mulai puasa gak bareng, kadang lebarannya yang gak bareng kayak besok itu, trus malam Lailatul Qadar-nya jatuh hari apa dong? Ganjil buat yang satu kan berarti genap buat yang lain..."
B: (sambil tetep makan dan cuek) "Ya mangkanya, Indonesia tu gak pernah dapet Lailatul Qadar. Bingung ngitungnya soalnya. Dan karena Tuhan tu Maha Adil, ya udahlah mending semuanya gak dikasih"

Glekk... hummm.... bener juga ya, jangan-jangan Tuhan bingung (loh... mosok Tuhan bingung? Ada-ada aja nih pikiran). Secuplik percakapan ringan di atas membuatku berpikir ke mana-mana. Beberapa pikiran sempet melayang di kepala
  • Apa benar perbedaan penghitungan hari yang jamak terjadi di Indonesia, itu sudah bukan lagi merupakan rahmat? Kata-kata si B tadi cukup mengganggu pikiranku, walau dia menyampaikan dengan bahasa yang mengundang konflik SARA hehe..
  • Apa benar Lailatul Qadar itu hanya terjadi di malam ganjil pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan? Lantas bagaimana dengan Nuzulul Qur'an yang jatuhnya di tanggal 17 (jelas ini bukan 10 hari terakhir Ramadhan) dan disebutkan bahwa malam itu adalah malam Lailatul Qadar? kalau hal ini memang saya akui bahwa referensi hadits saya sedikit sekali. Mohon pencerahan...
  • Kemudian saya berpikir, buat apa kita harus mempersoalkan Lailatul Qadar? Puasa itu sendiri adalah hak dan milik Allah, demikian juga dengan Lailatul Qadar ini. Sedikitnya informasi yang jelas tentang waktu dan tanda-tanda malam ini yang membuat saya berpikir bahwa malam tersebut memang tidak masuk dalam capaian alam berpikir manusia.
Ahh.... entahlah, saya tidak pernah terlalu peduli dengan hitungan puasa, yang penting digenapi, ibadah diperbanyak, dan usaha menempa diri diperkuat. Saya pun merasa untuk tahun ini Lailatul Qadar itu bukan untuk saya, terlalu sedikit amalan saya di bulan ini. Akan tetapi, kalau memang diberi rejeki dan mendapatkan kemuliaan malam tersebut, ya alhamdulillahi rabbil 'aalamiin. Yang jelas tetap istiqomah untuk berprasangka baik kepada Allah, karena Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya.

Lah... lantas gimana kalau ditanyain ama adek-adek kecil, atau kalo besok dah punya anak dan dia tanya gitu ke bapaknya? Mosok bapaknya gak bisa jawab? (halah.... gambaran punya istri aja belum ada malah dah mikir anak :p ). Yach, kalau ditanyain orang-orang yang belum dewasa, ya akan kujawab saja:
"Lailatul Qadar itu malam di mana segala ibadah yang kita lakukan akan dinilai berlipat-lipat, nilai satu malam itu dilipatgandakan sampai 1000 bulan. Waktunya... di salah satu malam di bulan Ramadhan. Jadi jangan kendor ibadahnya selama 1 bulan penuh, biar nanti di salah satu malamnya akan dapat malam Lailatul Qadar."

Jadi dia akan rajin dan terbiasa rajin ibadah. Nanti kalau sudah dewasa dan dia bisa memahami makna secara lebih dalam, ya itu terserah dia nantinya, yang jelas dia akan terbiasa tidak memilih-milih waktu untuk ibadah di bulan Ramadhan :-)

19 Ramadhan 1428 H*

*tanggal 19 ini adalah versi yang saya ikuti, kalau ada versi lain ya silakan aja hihihihi

Tuesday, September 25, 2007

Lesson Learned

Kali ini tentang Project Management. Ada sebuah dokumen yang ada dalam rangkaian fase dalam project management, ada 1 dokumen yang isinya memuat berbagai pelajaran yang dipetik dari pengerjaan suatu project yang disebut sebagai "Lesson Learned Report". Pelajaran itu bisa berupa pelajaran baik maupun yang buruk. Tujuan pembuatan dokumen adalah untuk pembelajaran, baik untuk project itu sendiri (andaikata belum selesai) maupun project-project lain yang akan dikerjakan.

Dari pengalaman pengerjaan di beberapa project, ternyata ada beberapa hal yang bisa di-share di sini. Mungkin rekan-rekan sekalian pernah mengalaminya, atau bahkan mengalami hal yang belum ada di sini. Ini hanya keinginan untuk men-share sebuah pengalaman dan pengamatan.

Dari beberapa pengamatan terhadap project yang ada, biasanya akan mengalami pemekaran scope project, requirement gathering yang tidak sempurna, serta development yang tidak/kurang memuaskan.
  • Pemekaran scope project
    • Pemekaran scope project ini biasanya terjadi karena kurangnya antisipasi tim project yang bersangkutan (tim yang dimaksud ini mencakup tim pemasaran hingga tim produksi) dan "terlalu percaya" pada fase yang namanya pre-assessment. Dari pengalaman di berbagai project, dapat disimpulkan bahwa apa yang dipromosikan dan diterima oleh (calon) klien pada saat pre-assessment atau pra-proyek itu sebenarnya masih jauh dari bayangan sebenarnya. Jadi jangan harapkan mendapat bayangan lebih dari separo ketika fase ini. Jika mempunyai produk dan memiliki kebijakan kustomisasi sekian persen (misal: 30% seperti di kantor saya) asumsikan saja ketika masa pre-assessment baru didapat 10% dari keinginan kustomisasi keseluruhannya, sehingga dengan asumsi seperti itu kita bisa membuat antisipasi yang lebih nyaman, misal dengan mematok harga lebih tinggi (tidak menetapkan margin yang mepet), atau mematok target waktu lebih panjang, dan juga membatasi request-request pada masa pre-assessment dengan asumsi bahwa di masa pengembangan pasti tetap ada request tambahan yang sulit untuk ditolak.
    • Mengapa pre-assessment harus diasumsikan meleset jauh? Hal ini pertama disebabkan oleh terlalu sedikitnya waktu yang dipunyai oleh tim pada masa itu. Dalam waktu yang sedikit, tentu saja hampir tidak mungkin jika berharap hasil yang didapat akan banyak. Yang kedua, perlu diasumsikan bahwa klien tidak "siap setiap saat" untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kita maupun memberi feedback saat aplikasi yang kita bangun telah jadi atau setengah jadi. Bisa jadi mereka hanya akan siap pada saat-saat tertentu saja. Misal kita membangun sistem untuk pendaftaran ujian masuk PT secara online. Maka asumsikan saja klien akan mencermati hasil kerja yang kita bangun hanyalah pada masa-masa kelulusan SMA, karena pada saat itulah mereka memerlukan/memakai aplikasi kita. Di luar waktu tersebut, asumsikan saja feedback yang ada hanya mencerminkan 10% dari keseluruhan feedback.
    • Lemahnya perjanjian maupun kesepakatan pada saat project belum deal, sehingga pada saat pengembangan para project manager beserta tim developer-nya tidak kuasa saat menghadapi request yang terus membengkak.
  • Requirement Gathering (RG) yang tidak sempurna. RG merupakan hal yang sangat penting bagi pengembangan software. Kesalahan yang terjadi di fase ini akan berakibat pengembangan berikutnya akan salah semua. RG yang tidak sempurna ini bisa disebabkan karena berbagai faktor:
    • Kualitas para system analyst (SA) yang belum sesuai dengan harapan. Untuk menganalisis sistem dengan baik memang tidak "sesederhana" fase konstruksi (coding). Coding saya sebut sebagai sederhana karena sesulit apapun di dalamnya, namun aspek yang dipikirkan hanya sampai pada level output yang sesuai dengan harapan, dan efektifitas coding itu sendiri. Sedangkan analysis harus mempertimbangkan aspek teknis (feasible atau tidak), kemudian berapa estimasi effort yang dibutuhkan untuk mengakomodir suatu request, kemudian kemungkinan pengembangan dari suatu request, dan bagaimana menyikapi kemungkinan pengembangan itu, dst. Semakin tinggi jam kerja seorang system analyst, maka akan semakin tajam juga kemampuannya.
    • Selain kualitas, pengetahuan seorang SA terhadap aplikasi/program yang ditanganinya juga menjadi faktor penentu kualitas RG. RG untuk aplikasi yang sudah biasa ditangani akan lebih baik dibanding RG untuk aplikasi yang baru untuk dia, walaupun dia sudah diberi waktu dan tugas untuk mempelajari.
    • Waktu/kesempatan untuk melakukan RG. Makin lama dan sering waktu/kesempatan untuk RG, maka akan semakin tajam dan bagus pula hasil analisa yang diperoleh. (RG sebagaimana fase development yang lain, bisa dan sangat baik jika diperlakukan secara iteratif). Dan ketidaksempurnaan RG ini, salah satunya adalah minimnya waktu dan kesempatan yang diberikan kepada SA untuk bereksplorasi di fase ini, karena biasanya titik perhatian adalah di fase konstruksi.
  • Development yang kurang memuaskan.
    • Fase ini biasanya jarang menjadi biang-keladi dari kegagalan dalam pengembangan project. Namun fase ini juga bisa menjadi salah satu faktor. Kondisi development yang kurang memuaskan ini --menilik dari pengalaman pribadi-- terjadi apabila developer ybs memang di bawah standar, atau bisa jadi karena beban kerjanya yang di atas rata-rata. Misalnya bekerja paralel untuk mengerjakan beberapa aplikasi. Paralelisme hanya akan efektif sampai batas tertentu, untuk kemudian akan menurunkan performa jika diperbanyak paralelnya.
Well, itu dari sisi teknis. Bagaimana dengan non-teknis? Beberapa pengalaman yang bisa di-share adalah:
  • Komunikasi antara developer dengan klien. Semakin intensif komunikasi yang terjadi (dengan media apapun) maka pengembangan project akan semakin baik. Tentu saja mekanisme komunikasi ini perlu diformulakan dengan formulasi terbaik. Misal: kita tidak bisa memaksakan komunikasi dengan e-mail (yang relatif murah dan cukup praktis) sementara klien kita susah sekali untuk konek ke internet dengan berbagai alasannya. Itu tidak akan efektif.
  • Klien yang kurang proaktif. Jika klien semakin proaktif, maka hasil yang diperoleh akan semakin baik, walaupun klien yang proaktif ini sering membuat kuping jadi panas hehehe. Namun jika klien tidak proaktif, akan mengakibatkan SA kita tidak bisa menganalisi sistem dengan sempurna, kemudian aplikasi kita tidak dapat dites dengan sempurna (sehebat-hebatnya aplikasi, pasti ada aja kekurangannya, dan sehebat-hebat tester di sisi developer, pasti akan tetap dibutuhkan tester di sisi klien/tester saat implementasi). --tentang aplikasi yang tidak ada yang sempurna ini, kalo mau mendebat saya silakan, kalo ada aplikasi yang "sempurna", ya pasti dia memang sudah mengalami penyempurnaan berkali-kali :p itu pendapat saya--
  • Pelatihan aplikasi (pelatihan ini biasanya diperlukan agar para pengguna lebih mudah dalam masa transisi penggunaan program) sebaiknya tidak diletakkan di bagian yang sangat akhir. Memang pelatihan ini idealnya dilakukan setelah semua development selesai, namun biasanya event inilah yang menjadi gerbang terakhir datangnya change request dari klien. Nah, kalau ini diletakkan benar-benar di akhir, maka developer akan kehabisan waktu untuk memperbaiki program/aplikasi. Sehingga terpaksa dilakukan perpanjangan, padahal sebenarnya kita bisa mengakalinya dengan menempatkan pelatihan agak ke tengah waktu.
  • Perlunya didapat kesepakatan tentang perbedaan "pelatihan" dan "pendampingan" dalam implementasi program/aplikasi karena 2 hal ini memang berbeda, dan "bagusnya" biasanya terjadi perbedaan persepsi antara developer dan klien terhadap 2 ini hehehe.
  • Struktur organisasi pada klien maupun developer ternyata sangat mempengaruhi struktur organisasi pada proyek. Walaupun sering dibilang bahwa orang-orang pada proyek itu bertanggung jawab untuk proyek dan berbeda dengan tanggung jawab jabatan di instansi, namun tetap saja itu sangat berpengaruh pada kenyataannya. Dan itu perlu diwaspadai, terutama ketika terjadi mutasi jabatan, baik di sisi klien maupun developer.

Wew..... ternyata panjang juga hehehe. Yach, itu "sedikit" yang bisa saya share dalam kesempatan kali ini. Mungkin sedikit (atau malah banyak) meleset dari teori, karena memang tidak based-on-theory. Sekedar memperkaya pengalaman saja.

Saturday, September 22, 2007

--- Empty ---

Suddenly.... I feel very tired this afternoon. I look at my computer clock, ufff... 1 pm. It's still a long... long... long day to spend.

My mood is suddenly shattered, dissolved, disorganized.... I don't know....

a shocking phone call just before the end of work-time...
a buzz in my messenger that I didn't understand what it meant...
an unusual action and strange decision that caught in my eye...

I want to sleep, but there are still much work to do
I want to smoke lots of cigarrettes, but it is still fasting time now


I don't know what has happened to me, but now I only want to be alone for awhile....
God, please forgive my impatience in Your Ramadhan. Please, forgive my weakness.... forgive me for feeling tired..... very tired.....

Friday, September 21, 2007

Kerinduan di Suatu Senja

Kuberlari-lari ke sebuah halte, yang berada tak begitu jauh dari kantorku. Dengan napas yang masih terengah-engah dan haus yang mulai menyergap (maklum, puasa... sore-sore, dah seharian kerongkongan tidak basah) mataku mulai menyapu halte yang tidak terlalu besar itu, meneliti satu-persatu orang yang ada di situ. Sore itu, seperti sore biasanya, halte kecil itu penuh sesak dengan orang. Sebagian besar mereka adalah pekerja kantoran sepertiku yang sedang menanti bis yang mengantar mereka pulang.

Seluruh orang yang ada di situ telah kupandangi, bahkan hingga kuulang lagi. Namun sosok yang kucari tidak ada di situ. Sosok yang mengisi relung hati akhir-akhir ini, namun kutak tau isi relung hatinya. Persendianku langsung terasa makin lemas. Apakah secepat itu dia menghilang? Padahal baru beberapa menit saja berlalu sejak kuterima pesannya di handphone-ku bahwa dia sedang menunggu bis di halte itu. Sejenak, pikiranku melayang kemana-mana. Berbagai pikiran buruk melayang di pikiran, namun segera kuhapus lagi. Tak baik berprasangka buruk, apalagi sedang puasa. Bisa rusak nilai puasa hari ini yang sudah tinggal sebentar lagi akan selesai dalam hitungan menit.

Akhirnya dengan langkah gontai aku kembali lagi ke kantorku, mengambil motor dan tas kerjaku kemudian melaju ke arah selatan, menuju warung tenda favoritku dan menghabiskan waktu berbuka puasa di sana, menikmati es buah dan menghisap sebatang rokok, sambil menahan sebuah kerinduan.

Saturday, September 15, 2007

Ibadah yang Paling Disukai

Tak terasa, sudah hampir setahun yang lalu aku membuat artikel tentang Ramadhan di blog ini juga. Sebuah ketidakpuasan, melihat budaya yang dilakukan ketika Ramadhan tiba. Yach, sekarang lagi males membahas itu. Kita bahas fenomena yang lain lagi aja. Masih dalam episode sakit flu berat, hari pertama Ramadhan kuisi dengan ibadah yang hanya ada di Bulan Ramadhan, yaitu tidur.. hehehe. Well, khusus di bulan Ramadhan, tidur ketika puasa adalah ibadah. Apakah ini adalah ibadah yang paling disukai? Ini memang disukai, tetapi akan ada yang mengalahkannya nanti.

Walau sakit dan tidak berangkat kantor (saingan dengan anak-anak sekolah yang libur di hari pertama puasa hehe) namun sore harinya tetap saja ada niat untuk mencari makanan buka puasa. Lagi pengin beli martabak, baik martabak telor maupun martabak manis (a.k.a terang bulan). Sayangnya, aku berangkat terlalu sore sehingga adanya juga serba terburu-buru. Di perjalanan yang serba buru-buru itulah, tiba-tiba aku menyadari sesuatu yaitu ternyata bukan hanya aku yang terburu-buru dan mengendarai kendaraan dengan brutal. Dan jalan terasa rame sekali, beda dengan sore-sore biasanya yang juga sudah rame. Setelah kupikir-pikir lagi sembari tetap mengendarai mobilku dengan sedikit brutal, ternyata mereka mengejar momen "buka puasa". Dan memang ramainya jalan itu akan berubah dan terasa sepi setelah waktu buka puasa itu tiba. Yach, 5 sampai 10 menit setelah waktu berbuka lah, jalanan dipastikan dalam kondisi paling sepi dibanding jam dan menit-menit sebelumnya, maupun sesudahnya.

Mengapa orang bersemangat sekali mengejar buka puasa? Apa sudah sangat tidak tahan menahan lapar dan haus, sehingga harus buru-buru? Tapi jika suatu hari, waktu berbuka itu mundur dari hari sebelumnya, mereka juga masih sanggup menahannya. Jadi kenapa harus terburu-buru, bahkan cenderung brutal, untuk mengejar momen ini? Mencoba menahan barang 1 atau 2 menit, paling lama 5 menit, mosok gak kuat sih? Dan dibela-belain mengendarai kendaraan dengan style pembalap semua gitu. Dah gitu kadang masih pakai misuh-misuh pula. Malah jadi merusak puasa, kan?

-- Yang utama ketika puasa itu adalah mengakhirkan sahur, dan menyegerakan berbuka --

owww... tiba-tiba pula, aku teringat pada sunnah itu (ini sunnah ya? cmiiw). Nah, sekarang aku mulai dapat jawabannya. Ternyata bersegera pulang (dalam arti menyegerakan berbuka) itu adalah ibadah. Ternyata ibadah inilah yang paling disukai. Begitukah? Wallahu'alam. Semoga saja niatnya begitu. Bukan sekedar budaya atau sugesti yang mengatakan bahwa sudah puasa seharian itu lapar, haus, maka... segera cari minum...!!! segera...!!! cepat...!!! Semoga bukan sekedar seperti itu. Selamat Berpuasa...

3 Ramadhan 1428 H

Don't Fly When You're Got A Flu

yup... don't fly when you're got a flu.

Perjalanan dinasku yang terakhir kemarin, membuahkan sakit flu yang cukup berat. Sampai ku harus istirahat 2 hari. Padahal, rencana 2 hari itu dipakai cuti, tapi malah dipakai sebagai masa penyembuhan. hikz...

Sakit flu ini sepertinya remeh. Semua orang juga dah pernah ngalamin. "ntar juga sembuh sendiri," kata sebagian orang. Tapi ternyata, tidak seremeh itu kalo sedang berada di angkasa. Sore itu aku berangkat dari Padang, menuju Jakarta. Jakarta adalah kota transit untukku karena tujuanku adalah Jogja, namun sore itu sudah tidak ada lagi penerbangan yang memungkinkan dari Padang ke Jogja. So kuputuskan, menginap di Jakarta 1 malam, dan baru besok paginya berangkat ke Jogja. Kalo ditanya, kenapa gak besok pagi aja sekalian berangkat dari Padang langsung ke Jogja? Well, ini karena urusan kerjaan yang menuntutku masih di Padang sore itu dan menuntutku berada di Jogja besok siangnya. Sore itu, dengan hidung yang meler-mampet aku pede aja memasuki bandara dan pesawat. Tujuanku hanya untuk tidur dan istirahat di pesawat. Maklum, itu perjalanan malam jadi gak ada pemandangan yang bisa dilihat. Cari kenalan di pesawat? humm, gak deh. Lagi gak mood, mending tidur. Dan ternyata, di pesawat aku dapet duduk di tengah, dan kiri-kananku ternyata cowo semua. Ach.. ya sudah, semakin memantapkan keinginanku untuk tidur. Lumayan kalo bisa tidur selama 1,5 jam perjalanan.

Ku terbangun saat hampir sampai di Jakarta. Saat itu pesawat sudah bersiap menurun dan lampu di dalam kabin pun mulai dimatikan. Saat itulah, tiba-tiba aku merasa kedua telingaku seperti ditusuk. Tusukan itu semakin lama semakin kuat, seakan berusaha memecahkan gendang telingaku dan membuatku semakin tidak bisa mendengar. Segala cara kucoba, dari mulai nelan ludah, menguap, membuka mulut, ampe korek-korek kuping (dah gak peduli kiri-kanan, mo jorok mo nggak, sebodo), tapi tetep saja tidak mengurangi ketulianku. Dan parahnya, tetap tidak mengurangi rasa sakit yang kuderita. Aku hanya bisa berharap landasan Cengkareng semakin dekat, karena aku sudah semakin tersiksa di atas sana. Sempat kepikiran disantet orang, tapi siapa juga yang iseng main santet di pesawat. Kalau dikirim ke tempat tidur atau di suatu ruang di rumah atau kantor, aku sering denger. Wah... gak tau deh. Setelah mendarat baru terasa agak lega. Sakitnya berkurang, walaupun masih setengah tuli. Baru aku mulai berpikir kalo ini terjadi gara-gara hidungku mampet karena flu. Waduh... mosok rasanya gendang telinga ampe mau pecah? Gimana kalo gak tahan dan pecah beneran? hummm... Apalagi, besok pagi aku harus terbang lagi ke Jogja. Yach... tersiksa lagi dunk.. hikz. Dan benar saja, besoknya memang terulang lagi :-(

Setelah sampai Jogja, baru dapat penjelasan dari dokter yang memeriksaku. "Ya emang gitu mas, kalau sedang flu atau sakit gigi, naik pesawat bisa kesakitan." Haduh... ternyata begitu ya. Yach semoga besok-besok gak flu lagi kalo terbang. Lha kalo pas apes kena flu gimana? Wah, yach.... mmm... tauk deh. Kalo bisa nolak mending nolak aja kali ya. Traumatis :-(

Seminggu Tanpa Dunia Maya

Seminggu yang lalu aku "jalan-jalan" lagi ke Padang. Ngapelin BIM lagi, sebuah bandara yang punya kenangan khusus untukku, juga hilir-mudik ke sebuah kampus yang terletak di pinggir pantai barat Sumatra, yang sudah beberapa kali kukunjungi.

Jalan-jalan kali ini terasa capek, ya namanya juga jalan-jalan kerjaan. Kalo jalan-jalan rekreasi tuh baru.... capek juga :D <emang 'ku rada males dengan yang capek-capek hehe>. Yang paling bikin capek itu karena 'ku susah sekali terhubung ke dunia maya. Udah di kampus cuman bisa connect sekali, trus nyari-nyari hotspot juga susah. Warnet?? duh koneksi warnetnya juga gak kayak di Jogja kalee. Kayaknya emang lagi apes aja, padahal pas lagi butuh-butuhnya. Hunting hotspot aja ampe dibantuin keluar malem-malem, ternyata adanya bayar. Itu aja resto-nya dah mo tutup (Padang gak kayak di Jogja, di Jogja mah keluar malem tuh dah jamak kalee, di sana hanya di tempat-tempat tertentu aja yang on ampe malem). Ada yang masi buka malemnya, ternyata hotspotnya pake password, dan yang tahu passwordnya cuman pemiliknya yang baru pergi ke Jakarta. Alamaaak, susahnyooo...... Usaha koneksi ke dunia maya diakhiri dengan ngetem di warnet jam setengah 1 malem. Untung masi ada yang buka, yach biar pun seadanya dan banyak proteksi, biar lah. Ini hunting juga gara-gara kerjaan, harus submit file ke bos. Kalo gak, dah males banget, mending tidur jam segitu.

Besok malemnya, aku dan temen-temen hotspot hunter jalan-jalan lagi. Tapi kali ini gak nyari hotspot dan koneksi internet lagi, dah gak mood. We lha, pas mampir di sebuah resto di Plaza Andalas, ada tulisan: "Free Hotspot" --yach gitu-gitu deh, lupa tulisan aslinya-- Tulisan itu ampe kubaca dengan ati-ati, trus nanya ke salah satu pelayannya, ternyata memang di situ ada hotspot dan gratis. hummmm....... Padahal pas gak ada satu pun dari kami yang bawa laptop seperti malem sebelumnya. Dan ketika aku di BIM sedang menunggu pesawat yang akan membawaku pergi dari Padang menuju Jakarta, aku pun membaca tulisan bahwa di BIM tersedia koneksi internet dengan hotspot. Sayangnya, baru saja aku ingin membuka tas dan mengeluarkan laptop untuk mencobanya, ternyata telah ada panggilan bahwa pesawatku telah siap dan aku dipersilakan masuk ke pesawat. Yach.... nasib, bener-bener deh.

**aku pergi dari Padang 2 hari sebelum Gempa berkekuatan 7,9 Skala Richter terjadi di Bengkulu, dan turut mengguncang Padang. Semoga semua baik-baik saja di sana, karena Padang adalah sebuah kota yang indah, yang menarikku untuk kembali, meski sulit terhubung dengan dunia maya**

Friday, July 27, 2007

Dreams....

"I dreamt th u huged me tight,protecting me fr a boy sit next to us in the car.b4 we arrive 2 ur test plc,u kissed my cheek..then u left me.i dunno wh i do next"

That was a short message, sent by someone who was special in my heart a year ago, one day after her birthday. So sweet, wasn't it? A sweet message, and a sweet dream, unless it was a hoax hihihi.

What did the dream mean? I don't know, maybe it was only an ordinary dream. Maybe she didn't realize that she thought of me, because one day before she told me about her dream, she received one bunch of eight red roses, sent by .... I think I don't have to tell the name of the sender (OOT: who was she? hmmm... I suppose she was only a girl in my mind. And about red roses, humm... Do you think I can be that romantic? hahaha. <javanese_mode>Nek romantis koyo ngono mesti ra mungkin isih jomblo</javanese_mode>)

Dreams are strange. Some dreams were ordinary, some dreams have meanings, and some dreams were clues. And some of them can be a nice and sweet dreams, or they can be a nightmare.

An old friend told me that she --hmm... yes, this old friend was a young lady, but she's not Icha hehe-- dreamt sequential dreams about a boy that admired her. Those dreams didn't happen in short intervals, but they were strange. First, she dreamt that the boy hold her hand tight. The second one was similar dream, but happened in a different place and setting. Then the next dream was about a romantic kiss between them. Next, she dreamt that she was picked up by him and his parents and went to the boy's house and met his brothers. Amazingly, in that dream, she knew how many brothers he has, just the same as in the reality, while the boy had never told her about how many brothers and sisters he has before. And the last sequence was about shopping in a supermarket, in a pregnant condition, and the boy stood beside her, accompanied her. Were those dreams ordinary or clues? I don't know, because I'm not an "ahli nujum" hehe ("ahli nujum" is a dream translator). But those dreams were very strange, since all those dream happened when she didn't think about him and she seldom has those kind of dreams except she dreamt about her (ex)boyfriends. hmmm.... The reality of that story is my friend never accepts that boy as her boyfriend (or somekind like that) and never admits that she loves him. Well, that is a very strange situation too ^_^ (It's complicated (TM) hehe)

Sometimes we find dreams are sweeter than reality. It also happens to me. So, I'd love to sleep, have dreams, rather than to face reality that often make my head spinning and my heart disorganized. And I want to have a long....long....long dream now. I want to fall asleep, a deep one... forever. ^o^

Have a nice dream too, my dear.

I'll come to you... tomorrow... the day after... and forever
Maybe I won't come physically, but I will always come to your mind, your heart and your soul

Air Mata

Air mata bisa keluar dari semua orang yang punya mata (lha iya lah, kalo gak punya mata gimana punya air mata?). Apa sih air mata itu? Walah, bisa panjang kalau diterangkan di sini, silakan buka pelajaran IPA/Biologi saja yach... Ku sudah lupa :(

Selain karena masalah fisik (misal: kelilipen, haduh.. boso ngendi maneh kuwi) air mata bisa keluar karena kondisi emosional kita. Tak heran, kalau air mata sering keluar dari orang yang berjenis kelamin cewe, karena katanya sih cewe itu lebih mengedepankan emosi, beda dengan cowo yang lebih mengedepankan rasio (hoho, mulai menancapkan budaya patriarkhi nih). Emosi ini bisa karena sangat senang, sangat sedih, maupun terharu.

Kenapa ku nulis ttg air mata? Karena memang baru-baru ini ku harus mengeluarkan air mata karena mengalami beberapa hal yang mengguncang. --idih, cowo nangis?? humm.... biarin, emang cowo ga boleh emosional? [*mode membela diri*]-- Guncangan emosi ini begitu kontradiktif, namun sama-sama memancing air mata untuk keluar.

Yang pertama, air mata itu keluar ketika harus berpisah dengan salah seorang sahabat baikku, yaitu Uwan karena dia resign dari perusahaannya dan memutuskan untuk pulang kampung. Dia ini kukenal sudah cukup lama, dan dia memang lebih senior dariku di perusahaan tempatku bekerja sekarang. Dan karena mengenal dia lah maka ku cepat merasa betah dan beradaptasi dengan lingkungan baru saat itu. Sedih.... Kantor tanpa dia terasa sepi, karena sehari-hari dia memang nginep di kantor, jadi begitu dia pergi, sangat terasa betapa kesepian itu langsung menghampiri kehidupanku ke depannya.

Air mata itu belum kering, sehari setelahnya langsung harus keluar lagi, namun kali ini air mata itu bukan kesedihan namun air mata kebahagiaan karena dua orang sahabatku akhirnya memasuki masa babak baru kehidupannya pada tanggal 15 Juli 2007 setelah sekian waktu bersama dan mengalami pasang-surut hubungan. Jadi inget masa-masa jadi "keranjang sampah" bagi keduanya, bahkan bagi saingan-saingannya (wooo... hehehe). Selamat menempuh hidup baru ya mas Trias dan Mbak Nanat, two my great friends. Semoga langgeng sampai kakek-nenek, sakinah, mawaddah warahmah dan dianugerahi putra/putri yang sholeh/sholehah. Terima kasih atas doa dan dukungannya ketika di pernikahan, mbak Nat. Tapi sepertinya aku masih sangat lama menyusul kalian, dan doa itu tidak terkabul. Well, itu bisa menjadi air mata yang lain lagi hehehe. Anyway, aku sangat bahagia karena kalian bahagia, dan bisa memenuhi keinginan kalian di hari pernikahan dan membuat kalian menjadi lebih bahagia karena (merasa) melihatku "bahagia" juga di hari itu.

Dua air mata kontradiksi yang lain keluar seminggu kemudian. (heran, ni cowo banyak nangis juga ternyata hihihi). Sebuah air mata bahagia, karena untuk pertama kalinya, melihat sebuah prosesi dan juga mengetahui sebagian proses dari seorang yang menjadi mu'allaf. Sebuah kebahagiaan yang tak ternilai, dan teriring doa agar dia benar-benar kuat dan istiqomah dalam menjalani ke-Islam-annya. Dan membuatku terpacu untuk memperbaiki diri, dan semoga aku pun bisa istiqomah dengan niat memperbaiki diri itu. Sedang air mata berikutnya (yang tentunya berupa kesedihan) muncul secara tidak terduga, walau sudah pernah beberapa kali mengalami hal serupa, namun tidak menyangka akan mengalaminya lagi, dalam waktu yang singkat.

Yach, hidup memang aneh, terserah pada yang menguasai hidup saja, terserah pada Sang Maha Kuasa. Yang jelas, air mata itu menyehatkan. Itu secuplik yang bisa kuingat tentang manfaat air mata dari pelajaran IPA/Biologi

Have a nice cry ^o^

Wednesday, February 14, 2007

Suatu Sore Bersama Icha

"Uhh sebel, dasar cowo memang ga bisa dipercaya!" kata-kata Icha langsung mengagetkanku sore itu, dan membuatku sedikit emosi karena ketenanganku terganggu, udah gitu nyinggung-nyinggung cowo pula. Emangnya aku bukan cowo!
"Kamu kenapa, Cha?" tanyaku sambil berusaha tersenyum.
"Tuh, si Andre!" jawabnya sambil tetep pasang muka cemberut.
"Ada apa lagi ama Andre?" tanyaku lagi.
"Andre mau nikah!!" jawabannya kali ini membuatku kaget. "Ama siapa? Ama kamu Cha? Selamat dong kalo gitu. Kok malah bete gitu?" kali ini aku bertanya dengan wajah rada bego.
"Ama cewe lain! Itu yang membuatku kecewa. Ternyata cowo tuh mudah banget ya pindah dari satu cewe ke cewe lain. Kemarin-kemarin dia bilang kalo cinta lah ama aku, sayang lah ama aku, bla.. bla.. Sekarang? Tau-tau nglamar orang lain!" Icha nyerocos terus sambil terus menyalahkan makhluk yang bernama Andre. Andre dan Icha ini memang tampak seperti dua sejoli. Kemana-mana selalu tampak berdua, kupikir dulu mereka memang udah jadian. Tapi setiap aku ngobrol sama Icha, selalu Icha mengatakan bahwa di antara mereka berdua tidak ada hubungan khusus, selain teman dekat saja.
"Mmm... Cha. Emang kamu udah pernah nerima Andre?" aku memotong kata-katanya yang mengalir bak air banjir yang melanda Jakarta tahun ini.
"Ya belum pernah sih."
"Atau kamu pernah meminta Andre untuk menunggu keputusanmu?"
tanyaku lagi.
"Nggak sih, dia malah kuminta cari cewe lain yang lebih baik dariku." kali ini nadanya sudah agak turun, tidak berapi-api seperti tadi.
"Kalo gitu, bukannya dia malah menuruti kata-katamu?" tanyaku lagi. Kali ini dia terdiam. Aku pun meneruskan lagi, "Atau, kamu kecewa karena ternyata dia juga mendekati cewe lain saat mendekatimu?" Icha masih diam. "Kamu sendiri, ada cowo lain yang deketin kamu gak selama ini? Maksudku cowo lain itu juga kamu beri kesempatan lho?" Aku mulai bertanya seperti polisi menginterogasi.
"Ya, ada sih. Tapi kan itu biasa.." jawabnya.
"Hmm... biasa gimana? Bahwa cewe boleh milih sementara cowo hanya boleh mempunyai satu pilihan?" Kembali dia diam. "Sekarang aku tanya, misalnya Andre tetap setia mendekatimu, tidak melirik cewe lain sama sekali, akankah kamu terima dia?"
Pada pertanyaan ini dia menggeleng lemah, "Aku tidak tahu." jawabnya lirih, lirih sekali, nyaris tak terdengar.
Aku menghela napas dalam-dalam. "Hmm... ya udah Cha. Sekarang, biarlah dia bahagia dengan pilihannya, seorang wanita yang sudah jelas bersedia menerimanya dalam bahagia dan sedih" kata-kata itu yang akhirnya meluncur dari mulutku, mengiringi isak tangis Icha.. yang akhirnya pecah sore itu.

Well, cewe memang banyak didekati dan punya hak untuk memilih. Sedangkan cowo, sebagai perimbangannya, bisa jadi banyak mendekati agar pada akhirnya dia pun bisa memilih. Apakah berarti cowo seperti Andre itu playboy? Tentu bukan, kecuali jika cewe seperti Icha juga disebut playgirl. Begitu ya? Entahlah, karena cerita Icha tadi juga membuatku pusing dan ingin tidur cepat malam ini, mengarungi alam mimpi yang sering kali lebih indah dari alam nyata ^_^

Tuesday, February 06, 2007

Kilat Khusus, Sebuah Refleksi dari Kecepatan

Udah kilat, khusus pula. Bisa dibayangkan seberapa cepat sambarannya. Atau setidaknya, bisa dibayangkan kecepatannya apabila kata-kata itu ditempelkan pada suatu hal. Di Indonesia, kata-kata itu menempel di bidang surat-menyurat.

Mengapa ada nama "kilat khusus"? Gak tau pasti seeh, tapi yang jelas jaman dulu surat-menyurat itu lama sampainya. Kemudian ada fasilitas surat kilat yang lebih cepat sampai. Mungkin dengan metode pengiriman yang berbeda dan harganya lebih mahal. Setelah itu ada kilat khusus, ini lebih cepat lagi dari kilat, dan ada notanya (kalau surat kilat, penulis tidak yakin ada notanya atau tidak).

Beberapa tahun yang lalu, kilat khusus ini menjadi idola karena kiriman menjadi lebih cepat sampai walaupun harus merogoh kocek lebih banyak, apalagi kalau isi surat / paket yang dikirimkan semakin berat. Tapi sesuai namanya, memang cepat. Untuk kiriman dari Jogja ke Jakarta saja, rata-rata 2 hari sudah sampai. Jadi kalau sampai lebih dari itu, pasti sudah dengan alasan halangan yang bermacam-macam, dan itu memang benar-benar halangan.

Sekarang, wuih... boro-boro cepat. Semakin hari, kecepatan kilat khusus ini semakin berkurang. Mungkin udah capek kali "lari-lari" terus dari dulu. Kasus terakhir, penulis mengirim surat dengan kilat khusus ke daerah Cibubur dari Jogja, seminggu baru sampai. Cepat sekali mengirim surat dengan kilat khusus ini. Tidak tahu juga alasannya, apa karena Jakarta banjir atau ya biasanya memang lama? Sampai yang dikirimin surat selalu menanyakan mengapa suratnya belum diterima, karena khawatir pengirimnya salah menulis alamat. Duuh... gara-gara kecepatan kilat khusus ini, pengirimnya yang ketiban sampur rasa tidak percaya dari yang dikirimi.

Sekarang memang ada layanan baru, denger-denger sih 1 hari sampai, namanya Pos Express. Bisa di-track juga lewat website, sepertinya keren nih layanan. Tapi melihat kasus kilat khusus, kok kayaknya layanan ini juga nanti bakal lemot juga ya? Dan kita tidak pernah tahu apa yang menyebabkan kualitas dari layanan-layanan di Indonesia itu semakin tahun semakin memburuk. Kalau masalahnya pada harga, mengapa tidak dinaikkan saja harganya, tapi pelayanan lebih baik, atau setidaknya sama dengan sebelumnya. Toh kalau si pengirim keberatan dengan harganya, masih ada surat biasa yang murah meriah kok. "Tapi kan lama nyampainya?" Yach... sama aja dunk, pakai kilat khusus model sekarang juga lama.

Yach, sekedar refleksi tentang buruknya sistem pelayanan di negeri ini. Akankah diperbaiki? Akankah kita perbaiki jika kita berada dalam sistem itu? Atau sama saja, kita yang terbawa arus? Refleksi memang butuh tindak lanjut. Seperti melihat borok ketika kita bercermin, bisa ditindaklanjuti dengan diobati, bisa juga sekedar didiamkan. hmmm....

*Andaikata kecepatan kilat yang dari langit itu seperti pos kilat khusus, mungkin korban karena tersambar petir jadi sedikit karena sempat mengindar. Sayangnya kilat yang beneran itu tidak punya rasa lelah, dan tetap menyambar dengan kecepatan yang sama, dari waktu ke waktu

Saturday, January 27, 2007

Es Orson

Apa itu es orson? duuh aku juga gak tau. Tulisannya aja bener pa gak juga gak tau haha. Rasa dari minuman itu juga aneh, susah dideskripsikan. Tapi terasa enak dan menyegarkan. Kenal dengan namanya es orson ini dari sejak SMP, dikenalkan oleh kakakku. Kalau dia pulang kuliah dan sekalian jemput aku (kalau pas pulang siang, gak sore) seringnya diajak ke sebuah titik di daerah Sagan, di sana ada PKL yang jualan es. Sangat murah, jaman dulu mungkin harganya Rp 50,- pa Rp 100,- gitu. Aku lupa. Sekarang harganya mungkin sekitar Rp 200,- pa Rp 300,- gitu, gak pernah nanya sih. Karena itu kakakku kalo beli es itu pasti gak cukup 1 gelas haha.

Setelah kakakku lulus kuliah dan aku masih SMA, aku sering nongkrong di sana, seringnya sendirian, temen-temenku malah jarang yang kuajak ke sana. Jika jajan di sana pasti hobi melamunku tersalurkan, walaupun banyak juga orang-orang di sekitarku, tapi aku gak kenal mereka. Anak-anak SMA juga banyak, tapi bukan temen-temen SMA-ku. Jika ke sana pasti pesen es, kemudian 1 atau 2 gorengan atau roti, dan sebatang rokok. Itu sudah cukup nyaman dan menenangkan. Namun sejak kuliah, aku jarang ke sana, hanya sekali-sekali saja.

Dan siang ini, di tengah panasnya hawa Jogja, aku merindukan suasana itu. Sudah lama aku tidak ke sana, baik sendiri maupun dengan kakakku. Dan kendaraanku pun kuarahkan ke sana. Ternyata tempatnya sekarang lebih "mewah" dibandingkan dulu pertama kali aku ke sana. Setidaknya sekarang nampak tidak sebecek dulu kalau hujan, karena sebagian sudah dipasang tegel, bangku-bangkunya pun sudah disemen, dan sekarang menu makanannya telah bertambah. Ada nasi bungkus segala. Pulang kantor di siang hari yang terik, sambil menunggu jadwal latihan band, kumenyepi di sana (sebenarnya gak sepi sih, banyak anak SMA, tapi aku cuek aja), menenangkan pikiran sejenak dari kerjaan yang seminggu ini terasa menyesakkan, membayangkan cintaku yang berada jauh di sana, dan merasakan nyamannya kembali ke suasana yang jauh dari kemewahan cafe dan resto yang sekarang menjamur di kota Jogja.

Dan si ibu penjual es masih setia di sana, walau sekarang tidak sendirian lagi, sudah dibantu oleh orang lain (mungkin anak/keponakannya). Dan beliau masih mengenaliku, dan bertanya "Kok lama gak keliatan, mas?" Duuuuhh sebuah kangen yang terobati.

*To my big brother: Kalau balik Jogja kita ke sana lagi ya, masih tetep murah kok hahaha