Saturday, April 26, 2008

Moody Dalam Kerja, Bolehkah?

Saya seorang yang sangat baik jika saya berada dalam mood yang bagus, tapi kelemahan saya adalah saya tidak dapat mengerjakan apapun ketika mood saya buruk

Itu mungkin sering kita dengar dari orang-orang sekitar kita. Dan kata-kata moody (bad mood maupun in the mood) mulai sering muncul di hidup kita mulai masa-masa akhir kuliah (bagi yang kuliah/pernah kuliah) dan masa bekerja. -- pas jaman SMA dan sebelumnya sepertinya jarang kata ini muncul, kenapa ya? :D --

Dalam dunia kerja, sering kali kita berhadapan dengan rekan kerja (atau bahkan diri kita sendiri) yang bertipe moody. Pernah suatu kali terlibat diskusi kecil dengan seorang branch manager sebuah bank asing di Kota Bogor, dan dia mengatakan: "Kalau kamu ketahuan moody ketika interview kerja, maka interviewer akan berpikir beberapa kali untuk menerimamu." Walau dia juga mengakui bahwa cukup banyak orang yang moody. "Kalau memang punya sifat moody, itu harus diakali agar kinerja tidak terganggu," katanya lagi.

Berarti, moody tidak boleh dalam kerja ya? Well, dari hasil diskusi kecil itu, berarti moody harus diakali agar performa kita tetap konsisten dalam kerja. Bagaimana agar mood tetap terjaga baik? Well, silakan baca artikel-artikel psikologi tentang itu hehe :p Mungkin beberapa hal bisa kita lakukan untuk mengakali moody, misalnya:
  • Usahakan kita selalu segar dalam bekerja. Istirahat yang cukup, sangat penting dalam menjaga kesegaran, terutama di pagi hari atau di awal jam kerja kita. Jika kita bekerja diawali dengan pikiran/perasaan yang buruk dan lelah, hampir bisa dipastikan bahwa performa kita akan buruk hari itu. Di sela-sela waktu kerja pun jika perlu sempatkan untuk istirahat sejenak, entah dengan baca koran, browsing internet (jika kita dapat terhubung di internet) atau sekedar merilekskan badan. Tapi jangan lama-lama, ntar malah kerjaan gak beres, kebanyakan istirahat :p
  • Manfaatkan waktu libur dan waktu istirahat dengan maksimal. Jangan memaksakan diri kita untuk bekerja terus-menerus. Tubuh kita bukanlah mesin, yang bisa digenjot terus-menerus. Akan ada batas kemampuan fisik kita, di mana performa kita akan menurun jika diteruskan. Jadi jika ada libur dan istirahat, manfaatkan dengan maksimal agar setelah itu kita dapat bekerja dengan segar kembali. Manfaatkan juga jatah cuti yang biasanya ada di perusahaan tempat kita bekerja. Istirahat tidak harus tidur, namun yang penting mengalihkan perhatian kita dari rutinitas kerja ke sesuatu yang menyenangkan hati kita. Melakukan apa yang menjadi hobi kita ketika libur, menghabiskan waktu bersama orang yang kita sayangi, atau hal lain, apa pun itu. Itu akan membuat pikiran kita segar kembali.
  • Buat suasana kerja kita nyaman. Atur meja kerja kita dan lingkungan sekitar kerja kita agar membuat kita nyaman dan segar.
  • Buat jadwal kerja kita, tertulis bila perlu. Ini untuk membuat kita fokus pada hal-hal yang kita kerjakan, andaikata suatu saat bad mood melanda kita. Jangan simpan semuanya di otak, karena otak kita pasti buyar jika kita terserang bad mood.
  • Jika kita mempunyai masalah pribadi di luar kerja yang mengganggu mood kita, sesegera mungkin hal itu diselesaikan, sehingga kita bisa fokus kembali.
Mungkin masih banyak cara lagi yang bisa dilakukan. Apakah cara-cara itu sudah saya lakukan dan berhasil? Well, saya pun juga masih banyak belajar untuk bisa konsisten :)

Friday, April 11, 2008

Lesson Learned (part 2)

Udah lama gak posting yang beginian nih setelah setengah tahun lebih posting "Lesson Learned" versi pertama, sudah saatnya share pengetahuannya di-update :-)

"Lesson Learned (part 2)" ini hanya ingin sekedar share bahwa ternyata beban project di awal, tengah dan akhir proyek itu berbeda. Ku kurang mengerti bagaimana idealnya, namun yang dialami adalah bahwa masa akhir proyek itu menghabiskan energi ekstra dibanding masa awal dan tengah.

Seringkali saya dan tim mengalami kesulitan untuk close sebuah project. Pentingnya masa akhir project berkaitan dengan pelunasan pembayaran oleh klien dan selesainya (baca: bisa diterima dan digunakan klien) aplikasi yang kita bangun. Dan seringkali kita menemukan bahwa klien tidak mau melunasi kewajibannya sebelum aplikasi dicoba dan dinyatakan bersih dari bug, padahal katanya software development itu hampir pasti tidak bisa free of bugs.

Pelajaran yang didapat dari kondisi seperti itu adalah:
Bersiaplah untuk pendampingan intensif ketika kita menyatakan development telah selesai

Maksudnya gimana? Well, biasanya klien akan meminta waktu untuk melakukan testing di sisi mereka apabila kita sudah deklarasi selesai. Dan pengalaman yang dialami, jarang sekali hal mulus terjadi pada masa testing oleh klien. Nah, agar fase ini bisa berakhir dengan cepat dan baik, maka segera fokuskan seluruh effort ke sana. Klien harus didampingi, sehingga jika ada kesulitan cepat direspon, dan ketika ditemukan bug atau kekurangan cepat pula ditangani. Dan fokus ke pendampingan ini harus benar-benar intensif, karena waktu 1 hari menjadi sangat berharga di masa ini, apalagi sekali lagi kita pun harus mengasumsikan bahwa klien tidak "siap setiap saat", sehingga sebagai penyeimbangnya, kitalah --sebagai pengembang-- yang harus siap setiap saat. Sebagai tambahan catatan, "pendampingan" yang dimaksud adalah pendampingan untuk user testing, agak berbeda dengan pendampingan implementasi yang bersifat mentoring dan monitoring.

Mengapa fase ini harus diakhiri dengan baik? Tampaknya tidak perlu dibahas :p Dan mengapa fase ini harus diakhiri secepat mungkin? Yang pertama agar kewajiban klien cepat pula bisa kita tagih dan terlaksana. Dan yang kedua adalah agar tim kita cepat "lepas" dari project, dan bisa menerima assignment lagi untuk project lainnya yang menunggu di belakangnya. Tentu kita tidak ingin timeline yang dibuat rusak --atau makin rusak :D -- hanya karena kita lengah di akhir suatu project, kan?

Ada yang punya pengalaman dan ingin sharing di sini? Please do :-)


**artikel ditulis pada sebuah weekend yang cukup penat dengan kondisi closing banyak project