Friday, September 21, 2007

Kerinduan di Suatu Senja

Kuberlari-lari ke sebuah halte, yang berada tak begitu jauh dari kantorku. Dengan napas yang masih terengah-engah dan haus yang mulai menyergap (maklum, puasa... sore-sore, dah seharian kerongkongan tidak basah) mataku mulai menyapu halte yang tidak terlalu besar itu, meneliti satu-persatu orang yang ada di situ. Sore itu, seperti sore biasanya, halte kecil itu penuh sesak dengan orang. Sebagian besar mereka adalah pekerja kantoran sepertiku yang sedang menanti bis yang mengantar mereka pulang.

Seluruh orang yang ada di situ telah kupandangi, bahkan hingga kuulang lagi. Namun sosok yang kucari tidak ada di situ. Sosok yang mengisi relung hati akhir-akhir ini, namun kutak tau isi relung hatinya. Persendianku langsung terasa makin lemas. Apakah secepat itu dia menghilang? Padahal baru beberapa menit saja berlalu sejak kuterima pesannya di handphone-ku bahwa dia sedang menunggu bis di halte itu. Sejenak, pikiranku melayang kemana-mana. Berbagai pikiran buruk melayang di pikiran, namun segera kuhapus lagi. Tak baik berprasangka buruk, apalagi sedang puasa. Bisa rusak nilai puasa hari ini yang sudah tinggal sebentar lagi akan selesai dalam hitungan menit.

Akhirnya dengan langkah gontai aku kembali lagi ke kantorku, mengambil motor dan tas kerjaku kemudian melaju ke arah selatan, menuju warung tenda favoritku dan menghabiskan waktu berbuka puasa di sana, menikmati es buah dan menghisap sebatang rokok, sambil menahan sebuah kerinduan.

4 comments:

Anonymous said...

Wedew ternyata dah mulai semangat lagi ya ;)). btw siapa tuh guh orangnya?

Teguh said...

@fulong:
Semangat apanya nih maksudnya? Kita emang harus terus semangat to? hihihi...

fedy said...

wah mas, sorry, setelah gw sms, tadinya gw mo nunggu dihalte, tapi keburu bisnya dateng, jadi gw ikut aja langsung daripada gw ikut2an mas teguh lemes di halte...


*lho!

Teguh said...

ahh emang lu, fed. Alesan mulu... tau gitu kan gw gak usah pake lari-lari gituh.

*tuingg*